Telaga bidadari

Hiduplah seorang pemuda gagah dan tampan bernama Awang Sukma. Ia mengembara hingga ke tengah hutan belantara, menemukan aneka kehidupan hutan yang mengagumkan. Ia pun membuat rumah pohon dan hidup damai di sana. Lama tinggal di hutan, Awang Sukma diangkat jadi penguasa bergelar Datu. Sekali tiap bulan Awang Sukma keliling daerah kekuasaan dan sampai di telaga jernih. Di dekatnya hidup pohon yang rindang, cukup buah, beragam burung dan serangga hidup riang.

"Alangkah indah telaga ini, ternyata hutan ini menyimpan keindahan yang besar," gumamnya.

Esoknya ketika Datu Awang Sukma meniup seruling, ia dengar suara riuh rendah di telaga. Dari sela batu dilihatnya tujuh gadis cantik sedang bermain air. "Mungkinkah mereka bidadari?" pikir Awang Sukma. Tujuh gadis itu tak sadar sedang diamati, dan tak hirau pada selendangnya yang bertebaran. Satu selendang yang ada di dekat Awang Sukma pun diliriknya sambil berpikir, "… Wah, ada kesempatan nih untuk mendapatkan selendang," gumam Datu Awang Sukma.

Mendengar suara daun terinjak para putri segera mengambil selendang masing-masing. Ketika tiba waktunya untuk terbang, ternyata ada seorang putri yang tidak menemukan pakaiannya. Ia pun ditinggalkan oleh saudaranya. Maka Datu Awang Sukma keluar dari persembunyian dan menyapa.

"Jangan takut tuan putri, hamba bersedia menolong asalkan tuan putri sudi tinggal bersama hamba." Putri Bungsu ragu-ragu menerima uluran tangan Datu Awang Sukma. Karena tidak ada orang lain, maka Putri Bungsu pun menerima pertolongan Awang Sukma.

Datu Awang Sukma mengagumi kecantikan Putri Bungsu, begitu pun Putri Bungsu. Ia merasa bahagia berada di dekat seorang yang tampan dan gagah, hingga memutuskan jadi suami istri. Setahun kemudian lahirlah bayi perempuan yang cantik, diberi nama Kumalasari. Kehidupan keluarga Datu Awang Sukma sangat bahagia.

Pada suatu hari seekor ayam hitam terbang ke atas lumbung dan mengais padi. Putri Bungsu yang berusaha mengusir ayam, terkejut menemukan bumbung bambu yang tergeletak. "Apa ya isi bumbung ini?" pikir Putri Bungsu. Ketika dibuka, "Selendangku! Ini selendangku!” Selendang itu pun didekap, dan muncul rasa jengkel pada suaminya. “Ternyata ia yang mengambil selendangku,” tetapi ia pun sangat sayang pada suaminya.

Putri Bungsu akhirnya membulatkan tekad kembali ke kahyangan. "Aku harus kembali," katanya lirih. Putri Bungsu pun mengenakan selendang sambil menggendong bayi. Datu Awang Sukma terpana melihat kejadian itu, langsung mendekat dan minta maaf. Datu Awang Sukma menyadari perpisahan tidak bisa dielakkan. "Kanda, jagalah Kumalasari dengan baik," kata Putri Bungsu. Pandangan Datu Awang Sukma menerawang. "Jika anak kita merindukan dinda, ambillah tujuh biji kemiri, masukkan ke dalam bakul dan goncangkan, dengan iringan seruling pasti dinda akan datang menemuinya.

Putri Bungsu segera terbang ke kahyangan. Datu Awang Sukma menatap sedih, dan bersumpah tidak memelihara ayam hitam.

4 komentar: