Umar bin Khattab, Kesederhanaannya Memesona Musuh

Umar Ibn Khattab
Tahun 637 pasukan muslim dibawah komando Abu Ubaidah dan Khalid bin Walid menaklukkan kota Jerusalem. Sebagaimana diperintahkan Rasulullah SAW, pasukan muslim diharamkan membunuh rahib, orang tua, wanita, anak-anak, dan orang sipil bukan tentara yang bersikap damai. Muslimin yang berperang juga dilarang menebang pohon, membunuh ternak dan merusak ladang, dilarang menghancurkan gereja, merusak rumah apalagi fasilitas umum. Konon perilaku seperti ini dikagumi para pastor Kristen di Jerusalem kala itu.
Meski kagum, sebagai musuh mereka tetap khawatir kotanya bakal dirusak.
Karena alasan itulah Uskup Agung Sophronius mengajak damai demi menghindari pertumpahan darah. Dan Uskup Sophronius bersedia menyerahkan kota Jerusalem hanya kepada tokoh terbaik kaum muslimin. Ia menuntut agar Khalifah Umar Ibnu Khattab datang langsung ke Jerusalem untuk menerima penyerahan kota tersebut. Panglima Abu Ubaidah pun meneruskan permintaan ini kepada Khalifah Umar.
Setelah melakukan rapat untuk mendapatkan nasehat, Khalifah Umar pun bersepakat datang ke kota Jerusalem.
Khalifah Umar R.A. pergi ke Jerusalem disertai seorang pelayan dan seekor onta. Onta yang hanya seekor itu ditunggangi bergantian, sekian lama ditunggangi Khalifah Umar, sekian lama berikutnya ditunggangi pelayan. Saat mendekati desa Jabiah, tempat panglima, komandan dan pasukan muslim menanti kedatangan Khalifah Umar, kebetulan tiba giliran pelayan untuk menunggang onta. Bermaksud menjaga kehormatan Khalifah, pelayan itu  memohon agar Khalifah mengambil gilirannya menunggangi hewan tersebut. Umar menolak usulan itu dan ia tetap pada gilirannya harus berjalan kaki.
Pemandangan ini disaksikan sebagai peristiwa aneh bagi masyarakat Jabiah. Selain Khalifahnya berjalan kaki menuntun onta yang ditunggangi pelayan, Pemimpin Besar itu mengenakan pakaian kasar yang sederhana, lusuh berdebu akibat perjalanan jauh.
Para panglima kaum muslimim pun menyambut Khalifah Umar dan sangat bersuka cita. Yazid bin Abu Sofyan, Khalid bin Walid dan para komandan yang berpakaian halus dan bagus, mendapatkan peringatan Khalifah Umar karena pakaian mereka mewah.
Seorang utusan kaum Kristen dari Jerusalem pun menghadap Khalifah Umar. Mereka menyepakati Perjanjian Aelia, sebuah perjanjian yang memberikan jaminan atas nyawa dan harta penduduk Jerusalem. Penduduk hanya diwajibkan membayar jizyah,  pajak kaum non-muslim, atau meninggalkan Jerusalem dengan damai bila menolaknya. Aelia adalah nama lain Jerusalem.
Memasuki kota Jerusalem, Khalifah Umar disambut Patriach Jerusalem, Uskup Agung Sophronius didampingi para pemimpin gereja, pemuka kota, dan komandan-komandan pasukan muslim. Sementara para pejabat kota mengenakan pakaian berkilauan, Khalifah Umar hanya mengenakan pakaian kasar dan murah.
Saran seorang sahabat untuk mengenakan pakaian yang pantas untuk upacara kenegaraan telah ditolak oleh Khalifah Umar. Menurutnya, kekuatan dan status yang disandangnnya adalah berkat iman Islam, bukan dari pakaian.
Demi menjumpai Khalifah Umar berpakaian seadanya, Uskup Agung Sophronius pun menyampaikan komentarnya. Sesungguhnya Islam mengungguli agama-agama manapun.
Upacara penyerahan kunci sebagai simbol penyerahan kota Jerusalem kepada kaum muslimin pun dilaksanakan. Upacara di depan gereja Makam Suci Jesus itu dipimpin Uskup Agung Sophronius. Setelah prosesi usai, Khalifah Umar minta agar diantarkan ke tempat yang bisa digunakan untuk sholat tasyakur. Saat ditawari shalat di Gereja Makam Suci itu Khalifah menolaknya. “Jangan sampai hal seperti ini jadi teladan, jangan sampai kaum muslimin mengubah gereja-gereja menjadi masjid,” kata Khalifah Umar.
Shalat pun dilaksanakan di tempat dimana Nabi Daud A.S. dipercayai biasa melaksanakan sembahyang. Saat shalat jamaah diadakan, orang-orang Romawi Bizantium pun menyaksikannya. “Sungguh mereka kaum yang taat pada Tuhannya. Sudah sepantasnya mereka ditakdirkan berkuasa,” Uskup Agung Sophronius pun menambahkan komentarnya, “Saya tidak akan pernah menyesal menyerahkan kota ini. Saya tahu mereka umat yang lebih baik.

2 komentar: