Ali Bin Abu Thalib

Ali Bin Abu Thalib


"Tak ada pedang setajam pedang Zulfikar, tak ada pemuda setangguh Ali bin Abu Thalib." Demikian slogan kaum muslimin ketika perang Uhud. Dalam perang itu Ali bin Abu Thalib begitu tangguh, pahlawan Islam yang perkasa. Ia jagoan Arab yang mahir main pedang, baju melindungi tubuh bagian depan. "Kalau aku menghadapi musuhku dari belakang, niscaya aku akan binasa," begitu pegangannya.
Saat perang Badar (melawan kafir Quraisy), sepertiga korban yang tewas merupakan persembahan Ali bin Abu Thalib dan Hamzah bin Abdul Muthalib. Ketika Rasulullah mengutus pasukan ke Wilayah Khaibar di bawah pimpinan Abu Bakar As Siddiq, Umar terus membangkitkan semangat anak buahnya agar menguasai benteng khaibar. Karena belum membuahkan hasil, keesokkaninya Rasulullah menyerahkan kepemimpinan pada Ali bin Abu Thalib. Ali memimpin serbuan ke benteng dan terjadilah perang sengit melawan Yahudi. Ali bin Abu Thalib memainkan pedang Zulfikar, tak ada musuh yang selamat dari pedang Ali hingga memperoleh kemenangan.
Sahabat Abu Rofi' yang ikut perang menyatakan,"Aku menyaksikan bagaimana Ali bin Abu Thalib mencabut pintu besi besar untuk dijadikan tameng." Setelah perang usai delapan laki-laki yang menggotong pintu besi itu tidak mampu melakukannya karena berat."
Haidarah adalah nama lain Imam Ali bin Abu Thalib yang dipilihkan ibunya, namun ayahnya menamakan ia Ali. Ali bin Abu Thalib, paman Nabi saw, bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushayy. Ibunya Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf. Saudara kandungnya Thalib, 'Uqail, Ja'far dan Ummu Hani. Ali bin Abu Thalib berdarah Hasyimi yang memiliki sejarah cemerlang dalam masyarakat Mekkah. Sebelum zaman Islam keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga mulia, penuh kasih sayang, pemegang kepemimpinan masyarakat. Ibunya, Fathimah binti Asad, seorang wanita yang terdahulu beriman. Dia yang mendidik Nabi Saw dan menanggung hidupnya setelah meninggalnya bapak-ibu beliau. Karena penghormatan, beliau menamakan anaknya dengan nama Fathimah.
Ali Bin Abu Thalib cepat matang, menunjukkan kekuatan dan ketegasan. Saat muda berperan penuh dalam dakwah Islam, tidak seperti pemuda seusianya. Ia ikhlas jadi tameng Rasulullah Saw saat hijrah dengan menempati tempat tidur beliau. Ia terlibat dalam perang Al Ahzab dan menembus benteng Khaibar hingga dijuluki pahlawan Islam yang pertama.
Ali berperawakan sedang tidak tinggi atau pendek. Perutnya menonjol, pundak lebar, lengan berotot, leher berisi, bulu jenggot lebat kepala botak berambut di pinggir kepala, mata besar wajah tampan kulitnya amat gelap. Posturnya tegap dan proporsional. Bangun tubuhnya kokoh seakan dari baja. Jika berjalan seolah sedang turun dari ketinggian, seperti berjalannya Rasulullah Saw. Dideskripsikan dalam kitab Usudul Ghaabah fi Ma'rifat ash Shahabah, Ali bin Abi Thalib bermata besar, berkulit hitam, berotot kokoh, berbadan besar, berjenggot lebat, bertubuh pendek, amat fasih bicara, berani, pantang mundur, dermawan, pemaaf, lembut dalam bicara dan halus perasaannya.
Jika dipanggil untuk berduel ia segera maju tanpa gentar, mengambil perlengkapan perang dan menghunus pedang, kemudian menjatuhkan musuh dalam beberapa langkah. Seumpama singa ia menerkam mangsa dengan cepat bagai kilat, menyergap dengan tangkas membuat mangsa tak berkutik. Keberaniannya jadi rlambang kesatria. Setiap menghadapi musuh pasti mengalahkannya. Ia takwa tak terkira, tak mau masuk perkara syubhat, tidak pernah melalaikan syari'at.
Ali orang yang zuhud, hidup sederhana dan makan dengan lauk cuka, minyak dan roti kering. Ia memakai pakaian kasar untuk menutupi tubuh saat panas dan dingin. Penuh hikmah adalah sifatnya yang lain. Dia berhati-hati meski dan m mengatakan terus terang jika akan membawa mudharat.
Ali bin Abu Thalib terkenal fasih, ucapannya mengandung nilai sastra yang tinggi baik dalam peribahasa maupun hikmah. Ia juga mengutip redaksi Al Quran dan hadits

Setelah Fathimah az Zahra wafat Imam Ali menikahi Umamah bin Abi Al Ash bin Rabi' bin Abdul Uzza al Qurasyiyyah. Ia juga menikahi Umum Banin bin Haram bin Khalid bin Darim al Kulabiyah, Laila binti Mas'ud an Nahsyaliyyah, ad Daarimiyyah dari Tamim. Berikutnya Asmaa binti 'Umais yang sebelumnya jadi istri Ja'far bin Abi Thalib, dan jadi isteri Abu Bakar (hingga ia meninggal), dan jadi istri imam Ali. Ia pun menikahi Ummu Habib ash Shahbaa at Taghalbiyah, kemudian Khaulah binti Iyas bin Ja’far al Hanafiyyah, selanjutnya Ummu Sa'd ats Tsaqafiyyah dan Mukhabba'ah bintih Imri'il Qais al Kulabiyyah.
Ketika Ali bin Abu Thalib di angkat jadi khalifah ke empat, ia tidak pernah curang atau menyeleweng. Tidak pernah korupsi ataupun memakan uang baitul maal, dan memilih bekerja sendiri atau menjual harta untuk kehidupan sehari-hari. Diceritakan Ia pernah menawarkan pedangnya karena sedang tidak punyai uang.
Lelaki yang dicintai Allah dan Rasul-NYA ini gugur sebagai syahid di dekat pintu masjid Kufah pada 17 Ramadhan 40 H, akibat ditikam pedang beracun di kening oleh Abdurrahman bin Muljam. Saat itu beliau akan salat subuh berjamaah. Sejarah mencatat Bahwa Sayyidina Ali Bin Abu Thalib adalah laki-laki yang gagah berani, tangkas cerdas, dan dicintai Allah dan Rasul-Nya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar