Mohammad Hatta

Mohammad Hatta
bung hatta


Bung Hatta atau Mohammad Hatta lahir 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal dunia saat Hatta berusia delapan bulan. Sejak sekolah MULO (SMP jaman Hindia Belanda) di kota Padang ia aktif di Jong Sumatranen Bond. Ketika itu banyak perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa, dan Jong Ambon, Hatta masuk Jong Sumatranen Bond. Pengalaman ini mendidiknya punya tanggung jawab dan disiplin.
Ketika 1921 masuk sekolah Handels Hoge School di Rotterdam, Belanda, Hatta masuk Indische Vereniging. Tahun 1922 perkumpulan ini ganti nama

jadi Indonesische Vereniging yang kemudian ganti lagi jadi Perhimpunan Indonesia (PI). Hatta lulus ekonomi perdagangan (1923) masuk lagi jurusan Hukum Negara dan Hukum Administratif. Perpanjangan studi ini menjadikan Hatta terpilih lagi jadi Ketua PI (1926 – 1930). PI pun makin berpengaruh di Indonesia, di Eropa, dan berhasil mengenalkan nama "Indonesia" dalam forum Intemasional.
Dengan pergerakan nasional Indonesia Hatta mengenal G. Ledebour dan Edo Fimmen, Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Bersama Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada 22 Maret 1928 mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya. Dalam sidang ini Hatta mengemukakan pidato pembelaan "Indonesia Vrij" atau Indonesia Merdeka.

1932 Hatta kembali ke Jakarta dan sibuk menulis selain mendidik kader politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia dengan prinsip non-kooperasi. Saat Soekarno ditangkap dan dibuang ke Flores, Hatta bereaksi keras. Setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial Belanda beralih perhatian pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Maka pimpinan PPNI pun ditahan dan dibuang ke Boven Digoel. Mereka adalah Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, Bondan, Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel mereka sempat dipenjara selama hampir setahun di Glodok dan Cipinang. Di sini Hatta menulis buku “Krisis Ekonomi dan Kapitalisme.”
Januari 1935 Hatta dan kawan-kawan tiba di Tanah Merah, Boven Digoel (Papua). Saat disuruh memilih; bekerja untuk pemerintahan kolonial atau jadi buangan, Hatta menolak kompromi. Dalam buangan ia mendapat honor dari tulisan. Saat dipindah ke Bandaneira (1935) Hatta bertemu Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. 1942 dipindah lagi ke Sukabumi dan Maret 1942 (setelah Belanda menyerah pada Jepang) Hatta dibawa ke Jakarta.

Pada masa pendudukan Jepang Hatta diminta bekerja sebagai penasehat. Ketika Hatta menyampaikan cita-cita Indonesia merdeka, Kepala pemerintahan Mayor Jenderal Harada menyatakan Jepang tidak akan menjajah. Hatta pun memanfaatkan hal ini untuk mendapatkan pengakuan kemerdekaan dari Jepang. Maka mulai Agustus 1945 Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan Soekarno jadi Ketua sedanh Mohammad Hatta jadi Wakilnya. 16 Agustus 1945 panitia ini menyiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda hingga pukul 03.00 pagi. Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik menyusun teks proklamasi. 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, 18 Agustus Ir Soekarno diangkat sebagai Presiden dan Drs. Mohammad Hatta jadi Wakil Presiden.
Untuk mempertahankan kemerdekaan Pemerintah Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan (Linggarjati dan Renville) berakhir dengan kecurangan Belanda, hingga untuk mencari dukungan, pada Juli I947 Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi.
September 1948 PKI memberontak, Desember 1948 Belanda melancarkan agresi, Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka, namun perjuangan rakyat mempertahankan kemerdekaan terus berkobar. Maka Panglima Besar Soediman memimpin perjuangan bersenjata. 27 Desember 1949, di Den Haag Bung Hatta sebagai ketua Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana.

Bung Hatta sempat jadi Perdana Menteri Negara Republik Indonesia Serikat. Selanjutnya setelah balik ke bentuk NKRI Bung Hatta jadi Wakil Presiden. Bung Hatta selalu aktif memberi ceramah di lembaga dan perguruan tinggi selain menulis buku ilmiah bidang ekonomi dan koperasi, membimbing gerakan koperasi untuk mewujudkan konsep ekonominya. 12 Juli 1951 Bung Hatta pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung.
Setelah mengumumkan niatnya mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden pada 1955, akhir 1956 Bung Hatta meletakkan jabatan itu tanpa bisa dicegah. Tahun itu beliau mendapatkan gelar Doctor Honoris Causa ilmu hukum dari UGM Yoyakarta. Universitas Padjadjaran Bandung mengukuhkan sebagai guru besar ilmu politik perekonomian, Universitas Hasanuddin Ujung Pandang menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi, Universitas Indonesia dengan gelar Doctor Honoris Causa bidang ilmu hukum.
Dalam masa Orde Baru Bung Hatta lebih sebagai negarawan sesepuh, bukan lagi politikus. 15 Agustus 1972 Presiden Soeharto menganugerah Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas I." Bung Hatta wafat 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir. Si Bung yang menikah dengan Rahmi Rachim meninggalkan tiga orang putri; Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar