onta |
Segala upaya sudah dilakukan kaum Quraisy untuk menghambat penyebaran Islam, meskipun semuanya tanpa hasil. Hal itu menimbulkan kebencian Abu Jahal terhadap Rasulullah S.A.W, apalagi Islam kian luas pengikutnya. Abu Jahal pun berjanji kepada kaumnya.
“Jangan sekali-kali kau barkan Muhammad menyebarkan ajarannya sesuka hati, apalagi dia menghina agama nenek moyang kita. Dia mencela tuhan yang kita sembah. Demi Tuhan aku berjanji, besok aku akan membawa batu ke Masjidil Haram untuk menghantam kepala Muhammad. Terserah kalian mau menyerahkan aku pada keluarganya atau membelaku dari ancaman mereka.”
“Jangan sekali-kali kau barkan Muhammad menyebarkan ajarannya sesuka hati, apalagi dia menghina agama nenek moyang kita. Dia mencela tuhan yang kita sembah. Demi Tuhan aku berjanji, besok aku akan membawa batu ke Masjidil Haram untuk menghantam kepala Muhammad. Terserah kalian mau menyerahkan aku pada keluarganya atau membelaku dari ancaman mereka.”
Orang-orang yang berkumpul pun berjanji, “Kami tidak akan menyerahkanmu. Ayo! Teruskan niatmu.” Mereka merasa bangga mendengar kata-kata Abu Jahal. Jika upaya ini berhasil berarti akan terhapus segala keresahan akibat ajaran Rasulullah S.A.W yang disebarkan di kalangan mereka.
Keesokan paginya Abu Jahal pergi ke Kabah tempat Nabi Muhammad S.A.W biasa shalat. Dengan langkah seorang ksatria dia berjalan membawa batu besar sambil diiringi beberapa orang Quraisy. Dia ingin ada orang yang menyaksikan bagaimana dia menghempaskan batu di kepala Nabi Muhammad S.A.W. Dia membayangkan betapa mudahnya menimpakan batu di kepala Nabi hingga pecah, beliau tidak bergerak, dan dia akan disambut sebagai pahlawan nomor satu.
Sesaat setelah tiba di Masjidil Haram, Abu Jahal melihat Rasulullah S.A.W hendak mengerjakan shalat. Dan ketika Nabi Muhammad S.A.W benar-benar telah mulai shalat, dia berjalan perlahan dengan langkah hati-hati siap menghempaskan batu di kepala Nabi Muhammad.
Saat Abu Jahal hendak mengayunkan batu, tiba-tiba dia mundur lagi. Batu yang dipegangnya jatuh ke tanah, mukanya pucat bersih seolah-olah tidak berdarah lagi. Orang-orang Quraisy yang mengantarkannya tercengang dan saling berpandangan. Kaki Abu Jahal seolah lengket di bumi tak bisa digerakkan lagi.
Demi menyelamatkan Abu Jahal orang-orang Quraisy pun menggelandangnya pergi dari situ sebelum diketahui Rasulullah Saw.
Setelah Abu Jahal sadar, rekan-rekannya tidak sabar untuk mengetahui apa yang telah terjadi. “Apa yang terjadi? Mengapa tidak engkau pukul kepala Muhammad? Bukankah dia sujud tak bisa melawan?”
Abu Jahal tetap membisu. Sementara rekan-rekannya keheranan, Abu Jahal yang biasanya lantang menyumpahi Nabi S.A.W tetap diam membisu. Beberapa lama kemudian barulah Abu Jahal mampu bercerita.
“Ketahuilah. .. Saat aku menghampiri Muhammad dan siap menghempaskan batu di kepalanya,.. .. tiba-tiba muncul unta besar akan menendangku. Aku belum pernah melihat unta sebesar itu. .. .. .. Kalau aku terus maju, .. .. pasti matilah aku. Karena itulah aku mundur.. .. .. maafkan aku.”
Orang-orang Quraisy itu amat kecewa mendengar penjelasan Abu Jahal. Mereka tidak menyangka orang gagah yang sudah bersumpah akan membunuh Nabi Muhammad S.A.W ternyata tak punya keberanian.
“Saat kau mendekati Muhammad tadi kami terus-menerus melihatmu. Dan asal tahu saja, kami tidak melihat unta di sana. Jangankan unta, .. .. keledai pun tak ada di sana.” Orang-orang itu pun menyangsikan kata-kata Abu Jahal. Mereka mengira Abu Jahal telah mengarang cerita bohong. Mereka tidak faham Allah senantiasa melindungi utusan-Nya dari tipu daya orang-orang kafir.
Sesaat setelah tiba di Masjidil Haram, Abu Jahal melihat Rasulullah S.A.W hendak mengerjakan shalat. Dan ketika Nabi Muhammad S.A.W benar-benar telah mulai shalat, dia berjalan perlahan dengan langkah hati-hati siap menghempaskan batu di kepala Nabi Muhammad.
Saat Abu Jahal hendak mengayunkan batu, tiba-tiba dia mundur lagi. Batu yang dipegangnya jatuh ke tanah, mukanya pucat bersih seolah-olah tidak berdarah lagi. Orang-orang Quraisy yang mengantarkannya tercengang dan saling berpandangan. Kaki Abu Jahal seolah lengket di bumi tak bisa digerakkan lagi.
Demi menyelamatkan Abu Jahal orang-orang Quraisy pun menggelandangnya pergi dari situ sebelum diketahui Rasulullah Saw.
Setelah Abu Jahal sadar, rekan-rekannya tidak sabar untuk mengetahui apa yang telah terjadi. “Apa yang terjadi? Mengapa tidak engkau pukul kepala Muhammad? Bukankah dia sujud tak bisa melawan?”
Abu Jahal tetap membisu. Sementara rekan-rekannya keheranan, Abu Jahal yang biasanya lantang menyumpahi Nabi S.A.W tetap diam membisu. Beberapa lama kemudian barulah Abu Jahal mampu bercerita.
“Ketahuilah. .. Saat aku menghampiri Muhammad dan siap menghempaskan batu di kepalanya,.. .. tiba-tiba muncul unta besar akan menendangku. Aku belum pernah melihat unta sebesar itu. .. .. .. Kalau aku terus maju, .. .. pasti matilah aku. Karena itulah aku mundur.. .. .. maafkan aku.”
Orang-orang Quraisy itu amat kecewa mendengar penjelasan Abu Jahal. Mereka tidak menyangka orang gagah yang sudah bersumpah akan membunuh Nabi Muhammad S.A.W ternyata tak punya keberanian.
“Saat kau mendekati Muhammad tadi kami terus-menerus melihatmu. Dan asal tahu saja, kami tidak melihat unta di sana. Jangankan unta, .. .. keledai pun tak ada di sana.” Orang-orang itu pun menyangsikan kata-kata Abu Jahal. Mereka mengira Abu Jahal telah mengarang cerita bohong. Mereka tidak faham Allah senantiasa melindungi utusan-Nya dari tipu daya orang-orang kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar