Kisah Nabi Musa (III)

Nabi Musa dan Bani Israil melintasi lautan
Setelah menyaksikan mukjizat yang diperlihatakan Nabi Musa, Raja Fir'aun bertekad mengalahkan Musa dengan menggunakan ahli sihirnya. Pada suatu hari yang telah disepakati pertandingan sihir pun diadakan. Penduduk kota berkumpul di tempat yang telah ditentukan. Dan ahli sihir Fir’aun pun mulai menunjukan aksinya. 
Mereka lemparkan tongkat dan tali-tali ke tengah lapangan, dan berubahlah jadi ular-ular yang merayap cepat. 
Allah berfirman pada Musa, "Janganlah engkau merasa takut dan cemas hai Musa! Engkau lebih unggul dan akan menang. Lemparkanlah yang ada ditanganmu segera." 
Saat tongkat Musa berubah jadi ular besar, para ahli sihir pun tercengang. Ular besar itu pun menelan ular-ular hasil sihir mereka. Seketika itu ahli sihir kerajaan pun mengakui mu’jizat Musa bukan ilmu sihir. Mereka menyerah dan bersujud.
Kata ahli sihir, "Itu bukanlah perbuatan sihir
yang kami kenal, tetapi digerakkan oleh kekuatan ghaib yang mengatakan kebenaran kata-kata Musa dan Harun. Kami percaya kerasulan mereka dan beriman kepada Tuhan mereka sesudah melihat apa yang kami saksikan."
Fir’aun marah mendapati ahli-ahli sihirnya cepat menyerah. "Adakah kamu berani beriman kepada Musa sebelum aku izinkan? Bukankah ini persekongkolanmu dengan Musa? Aku tidak akan membiarkan pengkhianatan ini. Akan aku potong tangan dan kakimu, akan aku salib kamu karena khianat." Ancaman Fir’aun ternyata tidak menakuti mereka. Allah telah membuka mata hati mereka sehingga tidak terpengaruh ancaman Fir’aun. Mereka –sebagai ahli ilmu sihir-- dapat membedakan sihir dan yang bukan sihir.

Kata ahli sihir itu, "Kami telah memdapat bukti yang nyata dan kami tidak akan mengabaikan kenyataan itu hanya untuk memenuhi kehendakmu. Kami akan megikuti tuntunan Musa dan Harun sebagai pesuruh yang benar. Terserah kepadamu untuk memutuskan terhadap diri kami, keputusanmu hanya berlaku di dunia sedang kami mengharapkan pahala Allah di akhirat." 

Fir’aun tetap keras kepala dan semakin bingung. Musa telah mengalahkan ahli sihirnya dengan mukjizat, dan pengaruhnya meluas sementara kewibawaan Raja merosot. Fir’aun pun merencanakan pembunuhan terhadap setiap lelaki Bani Israil. 

Maka beragam gangguan dan tindakan kejam pun ditimpakan atas Bani Israil. Mereka dianggap rakyat kelas bawah. Karena khawatir atas keamanan hidupnya, mereka mendatangi Nabi Musa dan mengharap perlindungan. Nabi Musa menenteramkan hati mereka dengan menjanjikan akan datangnya waktu ketika Bani Israil bebas dari penderitaan. Mereka diminta sabar dan tawakkal seraya memohon kepada Allah. 

Dakwah Nabi Musa tidak terhambat oleh tindakan Fir’aun, dan pengikutnya tetap bulat mengimani risalah Musa. Karena Nabi Musa dan pengikutnya kian bersemangat menyiarkan iman dan tauhid, Fir’aun memutuskan akan membunuh Nabi Musa. 

Maka dipanggillah para penasihat dan pembesar-pembesar kerajaan untuk merancang pembunuhan Musa. Namun di antara mereka hadir seorang mukmin dari Keluarga Fir’aun yang merahasiakan keimanannya. 

Di tengah perdebatan bangkitlah berdiri mukmin itu, "Apakah kamu akan membunuh seseorang lelaki yang tidak berdosa, hanya karena berkata bahwa Allah adalah Tuhannya? Padahal ia menyatakan iman dan kepercayaannya bukan tanpa dalil dan hujjah. Ia pun mempertunjukkan padamu bukti-bukti yang nyata. Andainya dia pendusta, maka dia yang menanggung dosanya. Jika ia benar, niscaya akan datang azab dijanjikannya padamu. Lalu siapakah yang akan menolongmu dari azab Allah itu?" 

"Rancanganku harus terlaksana dan Musa harus dibunuh,” Kata Fir’aun. 
“Aku tidak mengemukakan padamu melainkan apa yang aku pandang baik dan aku tidak menunjukkan padamu melainkan jalan yang benar, jalan yang akan menyelamatkan kerajaan dan negara."

Berucap si orang mukmin, "Sesungguhnya aku khawatir jika kamu berkeras dan enggan menempuh jalan yang dibawa para nabi, kamu akan ditimpa azab sebagaimana kaum Nuh, kaum Aad, kaum Tsamud dan umat sesudah mereka. Apa yang dialami kaum itu adalah akibat kecongkakan dan kesombongan mereka." 

Mukmin itu meneruskan:"Aku khawatir kamu akan menerima azab di hari kiamat ketika tidak seorang pun dapat menyelamatkanmu. Ikutilah nasihatku. Ketahuilah, kehidupan ini hanya kesenangan sementara, kebahagiaan yang kekal ada di akhirat." 

Orang mukmin keluarga Fir’aun itu tak mampu mengubah sikap Fir’aun dan pengikutnya. Fir’aun bahkan menganjurkannya meninggalkan Musa. Ia diancam kekerasan bila tidak mengubah sikap. 

Berkata mukmin itu, "Wahai kaumku, sangat aneh pendirianmu. Aku berseru untuk kebaikanmu, kamu berseru untuk kufur pada Allah. Aku berseru untuk beriman pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, Maha Perkasa, lagi Maha Pengampun. Kamu serukan padaku yang tidak akan menolongku dari murka dan siksa Allah di dunia mahupun di akhirat. Sesungguhnya kamu sekalian akan kembali pada Allah yang memberi pahala bagi yang soleh, dan memberi neraka bagi yang kufur." 

Berkata Fir’aun kepada pembesar kerajaannya, "Biarlah aku membunuh Musa dan biarlah ia memohon pada Tuhannya untuk melindungi. Aku ingin tahu sejauh mana ia dapat lepas dari kekuasaanku, biarlah ia membuktikan kebenaran kata-kata bahwa Tuhannya akan melindungi dari tipu daya musuh-musuhnya." 

Fir’aun berkata, "Tidakkah kamu melihat aku memiliki kerajaan Mesir di mana sungai-sungai mengalir di bawah telapak kakiku, sungai-sungai yang memberi kemakmuran dan kebahagiaan rakyatku? Bukankah aku lebih baik dan lebih agung dari Musa. Mengapa Tuhannya tidak memakaikan gelang emas sebagaimana raja, pemimpin atau pembesar?" 

Ketika Fir’aun tetap menentang dakwahnya, Nabi Musa mengningatkan bahwa Allah tidak akan membiarkan mereka terus-menerus melakukan kekejaman. Akan ditimpakan azab dan siksa di dunia semasa hidup mereka sebagai pembalasan yang nyata. 

Berdoalah Nabi Musa, "Ya Tuhan kami, engkau telah memberi Fir’aun dan kerabatnya kemewahan hidup, kekayaan yang meluap dan kenikmatan dunia. Namun semua itu menyesatkan manusia hamba-Mu dari tuntunan yang Engkau berikan. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda mereka dan kunci matilah hati mereka. Mereka tidak akan beriman sebelum melihat siksaan-Mu yang pedih." 

Berkat doa Nabi Musa kerajaan Fir’aun dilanda krisis keuangan dan makanan. Sungai Nil mengering tak dapat mengairi sawah dan lading, hama mengganas menghabiskan padi dan gandum yang siap dipanen. 

Sebelum lagi krisis keuangan dan makanan teratasi, datang banjir besar akibat hujan deras, menghanyutkan rumah, gedung, dan membinasakan ternak. Akibatnya berjangkit wabah penyakit. Kemudian datang barisan kutu busuk dan katak yang menyerbu ke rumah sehingga mengganggu ketenteraman hidup, menghilangkan kenikmatan makan, minum dan tidur. 

Pada waktu azab menimpa, datanglah mereka kepada Nabi Musa. Mereka minta pertolongan agar Musa memohonkan kepada Allah dengan janji akan beriman dan menyerahkan Bani Israil kepada Nabi Musa. Akan tetapi begitu bala tercabut, mereka ingkar dan kembali memusuhi Nabi Musa. 

Bani Israil yang menderita akibat tindasan Fir’aun akhirnya sadar bahwa Musalah yang dikirimkan Allah untuk membebaskan mereka dari cengkaman Fir’aun. Maka mereka berduyun-duyun datang kepada Nabi Musa memohon pertolongannya agar dikeluarkan dari Mesir. 

Maka rombongan Bani Israil pun meninggalkan Mesir menuju Baitul Maqdis dipimpin Nabi Musa. Dengan berjalan cepat mereka menghindari bala tentera Fir,aun. Mereka dikejar hingga di tepi lautan merah setelah semalam suntuk melewati padang pasir. Ketakutan melanda Bani Israil ketika melihat laut terbentang di depan mereka sementara di belakang Fir’aun dan bala tentaranya mendekat. Mereka yakin, bila tertangkap pasti dihukum mati. 

Berkatalah Yusha bin Nun, "Wahai Musa, ke mana kami harus pergi?" Jawab Nabi Musa, "Janganlah khawatir dan cemas, perjalanan kami telah diperintahkan oleh Allah, dan Dialah yang akan memberi jalan keluar serta menyelamatkan kami dari cengkaman musuh yang zalim." 

Pada saat kritis, ketika pengikut Nabi Musa ketakutan, sementara Nabi Musa kelihatan tenang, turunlah wahyu Allah agar Musa memukul air laut dengan tongkatnya. Dengan izin Allah lautan pun terbelah dan terbentang dasar laut yang mongering. 

Maka Nabi Musa dan kaum Bani Israil pun melewatinya. Setelah mereka sampai di tepi timur dengan selamat, terlihat bala tentara Fir’aun menyusuri jalan di antara dua belah gunung air. Kembali rasa cemas mengganggu karena masih terus dikejar. 

Setelah Fir’aun dan bala tenteranya berada di tengah lautan yang membelah, kembalilah air yang menggunung itu menutupi jalan yang terbuka. Fir’aun dan bala tentaranya tenggelam hidup-hidup di lautan. 

Pada detik-detik akhir hayatnya, Fir’aun mengaku percaya bahwa tiada tuhan selain Tuhan Musa dan Tuhan Bani Israil. Ia beriman pada Tuhan mereka dan berserah diri kepada-Nya sebagai seorang muslim.

Berfirmanlah Allah kepada Fir’aun, "Baru sekarangkah engkau berkata beriman kepada Musa dan berserah diri kepada-Ku? Tidakkah kekuasaan ketuhananmu dapat menyelamatkan engkau dari maut? Baru sekarangkah engkau percaya setelah sepanjang hidupmu bermaksiat, melakukan penindasan dan kezaliman terhadap hamba-hamba-Ku. Terimalah pembalasan-Ku yang akan menjadi pengajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu. Akan Aku apungkan tubuh kasarmu untuk menjadi peringatan bagi orang-orang yang meragukan akan kekuasaan-Ku." 

Bani Israil pengikut Nabi Musa masih meragukan kematian Fir’aun. Mereka terpengaruh ajaran Fir’aun bahwa dia akan hidup kekal sebagai tuhan. Setelah tubuh Fir’aun dan orang-orangnya terapung, hilanglah segala tahayul mereka tentang Fir’aun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar