Kisah Nabi Yaqub

Nabi Yaqub adalah putera Nabi Ishaq bin Ibrahim. Ia adalah saudara kembar Ishu. Meski bersaudara, hubungan Yaqub dan Ishu tidak rukun. Ishu iri hati terhadap Yaqub karena lebih disayangi oleh ibunya. Hubungan itu makin buruk setelah Yaqub diajukan ibunya untuk diberkahi dan didoakan. Ketika ayahnya minta kedatangan anak-anaknya, Ishu tidak diberitahu ibunya hingga tidak memeroleh berkah doa sebagaimana Yaqub. 
Melihat sikap saudaranya yang dingin, Yaqub mengadu pada ayahnya. "Ayah, tolong nasihati aku bagaimana harus menghadapi saudaraku Ishu yang mendendam dan menyindirku dengan kata-kata yang menyakitkan. Dia marah karena ayah memberkahi dan mendoakan aku agar memeroleh keturunan soleh, rezeki yang mudah dan kehidupan yang makmur. Dia menyombongkan diri dengan dua istrinya dan mengancam bahwa anak-anaknya akan menjadi saingan berat anak-anakku kelak.“ 
Nabi Ishaq berkata, "Wahai anakku, karena lanjut usiaku, aku tidak dapat menengahi kamu berdua.
Uban menutupi kepalaku, badanku sudah bongkok, mukaku kisut dan aku sudah di ambang pintu perpisahan. Aku khawatir bila aku menutup usia gangguan Ishu padamu makin meningkat dan mencari kebinasaanmu. Ia disokong saudara iparnya yang berpengaruh. 
Maka jalan terbaik bagimu harus pergi dari negeri ini, berhijrah ke Fadan Araam di daerah Irak. Di sana bermukin bapa saudaramu saudara ibumu Laban bin Batu’il. Engkau dapat mengharap dikawinkan dengan seorang puterinya hingga kuatlah kedudukan sosialmu karena kedudukan mertuamu menonjol di masyarakat."
Yaqub segera berkemas dan meninggalkan rumah. Dengan melalui jalan pasir yang luas, dengan panas matahari yang membakar, Yaqub meneruskan perjalanan seorang diri menuju ke Fadan Araam. Dalam perjalanan yang jauh itu ia sesekali berhenti beristirahat dan tertidur. 
Dalam suatu tidur ia mendapat mimpi dikaruniai rezeki luas, penghidupan yang aman, keluarga dan anak soleh serta kerajaan yang besar dan makmur. Saat terbangun Yaqub sadar bahwa ia hanya mimpi. Namun ia percaya bahwa mimpinya akan jadi kenyataan. 
Akhirnya Yaqub tiba di gerbang kota Fadan Araam. Lega hatinya melihat binatang peliharaan berkeliaran di atas ladang rumput, burung beterbangan dan penduduk hilir mudik mencari nafkah. 
Setelah bertanya, tahulah Yaqub tentang saudara ibunya –Laban. Ternyata ia seorang kaya kenamaan pemilik prternakan terbesar. "Itulah puterinya Laban, ikutilah, ia akan membawamu ke rumah ayahnya. Ia bernama Rahil.” 
Dengan hati berdebar pergilah Yaqub menghampiri gadis cantik itu. Dengan suara terputus ia mengenalkan diri. Maka dengan senang hati disilakan yaqub mengikutinya berjalan menuju rumah Laban. Pertemuan pun terjadi dan kegembiraan mengalir diiringi air mata. 
Setelah beberapa waktu tinggal di rumah Laban, Yaqub pun menyampaikan pesan Ishaq ayahnya agar mereka berbesan.  Laban bersedia mengawinkan Yaqub dengan puterinya namun mesti membayar maskawin harus bekerja di peternakan selama tujuh tahun. 
Tujuh tahun pun berjalan dan Yaqub menagih janji. Laban menawarkan kepada Yaqub agar menyunting Laiya, namun Yaqub lebih memilih Rahil –adik Laiya. Adat kala itu tidak mengizinkan seorang adik melangkahi kakaknya kawin lebih dahulu. 
Maka Laban pun menyarankan agar Yaqub menerima Laiya sebagai isteri pertama dan Rahil sebagai isteri kedua.  Rahil boleh disunting dengan maskawin yang sama, Yaqub harus  menjalani masa kerja tujuh tahun lagi di peternakan. 
Yaqub tidak dapat berbuat apa-apa selain menerima saran Laban. Begitu masa tujuh tahun kedua berakhir dikawinkanlah Yaqub dengan Rahil --gadis yang menggetarkan hatinya sejak pertemuan pertama tatkala ia masuk kota Fadan Araam. Nabi Yaqub beristeri dua wanita bersaudara yang pada masa itu tidak terlarang --akan tetapi syariat Muhammad s.a.w. mengharamkan hal itu. Yaqub dikaruniai dua belas anak di antaraya Yusuf dan Binyamin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar