Yudhistira kalah
taruhan. Hartanya beralih ke tangan Kurawa, begitu juga kerajaannya, pun
adik-adik dan dirinya sendiri. Bahkan istrinya pun, Drupadi, sudah
dipertaruhkan dan kalah. Drupadi kini diambil Dursasana dengan diseret-dijambak
rambut panjangnya.
Drupadi
menjerit sejadi-jadinya namun Yudhistira membisu. Arjuna, Nakula dan Sadewa pun
membeku. Bima menahan marah dalam gerahamnya yang gemeretak.
”Aku maklum
saat kami -adik-adikmu- kau jadikan barang taruhan. Kamu kakak mbarep
dan kami adikmu, jadi kami manut. Kami rela jadi budak karena pertaruhanmu. Saat
kau jadikan dirimu sendiri barang pembayaran, kami diam. Itu badanmu. Tapi Drupadi
kamu lepas juga. Adakah kamu punya hak atas dirinya?”
Semua yang
hadir menyimak. Para pengeran, begitu pun baginda Destarastra hanya diam. Yudhistira
membisu. Semua menyaksikan Yudhistira yang lurus hati kalah bertaruh melawan Sangkuni.
Sangkuni pintar, semua yang bisa dianggap milik Yudhistira habis di meja taruhan.
Harta, kerajaan,
adik-adik, dirinya sendiri, dan akhirnya Drupadi putri Pancala. Wanita wayang ini
tak menyandang salah apa pun kecuali telah dipersunting putra Pandu.
Dursasana yang
matanya merah akibat minuman, kini mabuk kemenangan sekaligus birahi. Diseretnya
Drupadi dan coba dilucuti kainnya.
”Hayo, layani
aku, budak!” Tawanya terdengar kasar dan
aneh. Ia gugup karena birahi dan merasa
wenang. Sangkuni terkekeh, Duryudana tertawa dan Karna mengikuti.
Amarah Bima muncrat
dari jantung menjadi gemetar di ujung tinju. Wajahnya memercikkan api tapi
Arjuna tahu diri.
”Mau apa lagi,
Bima. Mereka menang.”
Bima serta merta
berdiri dan bicara pada khalayak.”Dengarlah sumpahku!! Kelak, dalam perang penentuan
akan kurobek dada Dursasana dan kuminum darahnya.”
Beberapa petinggi
Kurawa mendehem mengejek, karena Bima sendiri pun sebenarnya sudah sah jadi
budak. Meski begitu sumpah Bima juga menyebarkan kengerian.
Dursasana seperti tak terpengaruh sumpah Bima dan terus mencoba
menanggalkan kain di tubuh istri Yudhistira. Saat selembar kain hampir terlepas,
entah mengapa wayang perkasa itu tak kunjung berhasil menelanjangi wanita yang tak
kuasa melawan.
Dursasana kian
gugup oleh nafsu di kepala dan pengaruh anggur dalam darah. Baginya seperti ada
lapisan kain bertumpuk-tumpuk yang melindungi kulit lembut Drupadi. Selembar kain
terlepas, tangan gemetarnya mendapati lagi kain di pinggul Drupadi. Dursasana
akhirnya terkapar, terbakar oleh nafsunya sendiri dan gagal melepaskan hasrat.
Drupadi malang
yang baru terlepas dari cengkeraman Dursasana, merangkak mendatangi para
bangsawan yang menjadi saksi kelakuan Dursasana.
”Yang Mulia, benarkah
Yudhistira boleh mempertaruhkan diri hamba? Saat hamba dipertaruhkan, bukankah
Yudhistira sudah tidak merdeka karena dipertaruhkannya sendiri?”
Resi Bhisma yang arif
pun kesulitan menjawabnya.”Aku tak mampu menjawabnya. Tanyakan pada Yudhistira
langsung.”
Suara anjing dan
jeritan burung di luar gelanggang perjudian terdengar menyayat. Tak ada ucapan di
dalam arena, dan langit malam juga tak memberi tanda. Dapatkah seseorang memiliki
orang lain setelah memenangkannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar