![]() |
syahid |
Dalam sebuah perhentian di antara perjalanan menuju Badar,
Rasulullah berkhutbah di hadapan sahabat, kemudian bertanya, “Bagaimana
pendapat kalian?” Abu Bakar menjawab, “Wahai Rasulullah, telah sampai berita
kepadaku bahwa Quraisy itu demikian dan demikian, begini dan begitu.”
Rasulullah meneruskan khutbahnya dan bertanya lagi, “Bagaimana
pendapat kalian?” Umar menjawab seperti jawaban Abu Bakar.
Lalu Rasulullah menambahkan khutbahnya dan bertanya sekali lagi, “Bagaimana pendapat kalian?”
Saad bin Muadz menjawab, “Wahai Rasulullah, apakah Anda
menginginkan jawaban dari kami kaum Anshar?
Demi Dzat yang telah memuliakan Anda dan menurunkan Al Qur’an, jika Anda menuju tempat yang kami belum tahu, bahkan seandainya Anda menuju Barku al-Ghumad ke arah Yaman, kami pasti akan menempuhnya bersamamu.”
Demi Dzat yang telah memuliakan Anda dan menurunkan Al Qur’an, jika Anda menuju tempat yang kami belum tahu, bahkan seandainya Anda menuju Barku al-Ghumad ke arah Yaman, kami pasti akan menempuhnya bersamamu.”
Saad pun meneruskan, “Sungguh kami tidak akan seperti Bani
Israil yang pernah berkata kepada Musa, ‘Pergilah engkau berperang bersama
Rabmu. Kami di sini akan duduk-duduk saja.’ Kami kaum Anshar akan pergi
menyertai Anda bersama Rab Anda. Berperanglah, sungguh kami ikut bersamamu.”
Dan ketika terjadi perang Khandaq atau Perang Ahzab, Kota
Madinah berhasil dikepung kaum kafir Quraisy dan sekutunya. Peperangan sulit
itu pun tidak menyurutkan Saad bin Muadz hingga urat nadinya terluka akibat panah.
Saad dirawat darurat dalam masjid sementara Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mendampinginya.
“Ya Allah, jika peperangan dengan Quraisy menyisakan
beberapa orang saja, panjangkanlah umurku untuk menghadapi mereka. Tak ada
golongan yang ingin kuhadapi melebihi keinginanku memerangni kaum yang pernah menganiaya
Rasul-Mu, mendustakannya dan mengusirnya. Seandainya pun Engkau mengakhiri
perang kami melawan mereka, jadikan musibah yang menimpaku sebagai jalan syahid.”
Ketika luka Saad kian parah, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam mengunjunginya dan meletakkan kepala Saad di
pangkuan beliau. “Ya Allah, Saad telah berjihad di jalan-Mu, membenarkan
Rasul-Mu, dan memenuhi kewajibannya. Maka terimalah ruhnya dengan cara-Mu yang
paling baik dalam menerima ruh.”
Doa Nabi pun menyejukkan Saad. Susah payah ia membuka mata
dan mencoba memandang dan berkata pada Rasulullah, “Salam atasmu wahai
Rasulullah, aku beriman Anda utusan Allah.”
“Kebahagiaan atasmu wahai Abu Amr,” jawab Rasul.
Saad pun menghebuskan nafas terakhir dan wafat di pangkuan
insan yang dicintainya. Saad wafat tahun 5 H dalam usia 37 tahun dan dimakamkan
di pemakaman Baqi di sebelah masjid Nabawi.
Abu Sa’id al-Khudri yang turut menggali makam Saad
menyatakan, “setiap kami menggali satu lapisan tanah, tercium oleh kami wangi
kesturi.”
“Arsy Allah Ar-Rahman bergetar karena wafatnya Saad bin
Muadz,” begitu Sabda Nabi tentang kematiannya. Tokoh Anshar yang baru memeluk
Islam di usia 31 dan wafat 6 tahun kemudian ini, wafatnya menggetarkan Arsy
Allah Ta’ala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar