gajah mada |
Mengawali karir di Majapahit sebagai bekel, karirnya cepat menanjak setelah berhasil menyelamatkan Prabu Jayanagara (1309-1328) dan mengatasi Pemberontakan Ra Kuti. Ia pun diangkat sebagai Patih Kahuripan (1319). Dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri.
Patih Majapahit, Aryo Tadah (Mpu Krewes) ingin mengundurkan diri dari jabatannya (1329). Ia menunjuk Patih Gajah Mada dari Kediri sebagai penggantinya, walau tak langsung menyetujui. Gajah Mada ingin membuktikan baktinya lebih dulu pada Majapahit dengan menaklukkan Keta dan Sadeng yang sedang memberotak.
Keta dan Sadeng pun takluk, Patih Gajah Mada oleh Ratu Tribhuwanatunggadewi sebagai patih di Majapahit (1334).
Dalam upacara pengangkatan ini Gajah Mada mengucap Sumpah Palapa. Ia bersumpah baru mau menikmati buah palapa atau rempah-rempah yang berarti kenikmatan duniawi jika telah menaklukkan Nusantara.
Tercatat di kitab Pararaton, “ Sira Gajah Mada pepatih amangkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada, Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.” (Gajah Mada sang Maha Patih tak akan menikmati palapa, berkata Gajah Mada “Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi palapa).
Walau ada yang meragukan, Patih Gajah Mada hampir berhasil menaklukkan Nusantara.
Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga (Tanjunglingga), Kotawaringin, Sambas, Lawai, Kandangan, Landak, Samadang, Tirem, Sedu, Brunei, Kalka, Saludung, Solok, Pasir, Barito, Sawaku, Tabalung, Tanjungkutei, dan Malano.
Ketika Prabu Hayam Wuruk (1350-1389) menggantikan Tribhuwanatunggadewi, Patih Gajah Mada terus mengembangkan penaklukan ke timur seperti Logajah, Gurun, Sukun, Taliwung, Sapi, Gunungapi, Seram, Hutankadali, Sasak, Bantayan, Luwuk, Makassar, Buton, Banggai, Kunir, Galiyan, Salayar, Sumba, Muar (Saparua), Solor, Bima, Wandan (Banda), Ambon, Wanin, Seran, Timor, dan Dompo.
Kitab Kidung Sunda menceritakan bahwa Perang Bubat (1357) bermula saat Prabu Hayam Wuruk hendak menikahi Dyah Pitaloka putri Sunda sebagai permaisuri. Lamaran Prabu Hayam Wuruk diterima Kerajaan Sunda, rombongan besar Kerajaan Sunda pun ke Majapahit untuk melangsungkan pernikahan. Gajah Mada yang menginginkan Sunda takluk, menginginkan Dyah Pitaloka sebagai persembahan sebagai pengakuan kekuasaan Majapahit. Karena pihak Sunda menolak, pecah pertempuran yang tidak seimbang. Perang terjadi di Bubat, tempat penginapan rombongan Sunda. Dyah Pitaloka bunuh diri setelah ayahanda dan rombongannya gugur. Akibatnya Patih Gajah Mada dinonaktifkan.
Nagarakretagama menceritakan hal yang berbeda. Hayam Wuruk sangat menghargai Gajah Mada sebagai Mahamantri Agung yang wira, bijaksana, serta setia berbakti kepada negara. Raja pun menganugerahkan dukuh “Madakaripura” di Tongas, Probolinggo. Ada pendapat, 1359 Gajah Mada diangkat kembali sebagai patih dan memerintah dari Madakaripura.
Gajah Mada disebutkan meninggal dunia tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi. Hayam Wuruk kemudian memilih enam Mahamantri Agung untuk membantunya menyelenggarakan negara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar