djuanda |
Ir. H. Djuanda Kartawijaya lahir di Tasikmalaya 14 Januari 1911, meninggal di Jakarta, 7 November 1963 dalam usia 52 tahun. Sumbangan terbesar Djuanda adalah Deklarasi Djuanda (1957) yang menyatakan bahwa laut Indonesia adalah termasuk laut sekitar, di antara dan di dalam kepulauan Indonesia menjadi satu kesatuan wilayah NKRI. Hal ini dikenal sebagai negara kepulauan dalam konvensi hukum laut.
Nama Djuanda diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya yaitu Bandara Djuanda. Ia yang paling memperjuangkan pembangunan lapangan terbang itu pada awalnya. Djuanda juga diabadikan untuk nama hutan raya di Bandung yaitu Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda, yang di dalamnya terdapat Museum dan Monumen Ir. H. Djuanda.
Djuanda wafat di Jakarta 7 November 1963 karena serangan jantung dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.244/1963 Ir. H. Djuanda Kartawidjaja diangkat sebagai tokoh nasional/pahlawan kemerdekaan nasional.
Latar belakang dan pendidikan
Lahir di Tasikmalaya 14 januari 1911, Djuanda merupakan anak pertama pasangan Raden Kartawidjaja dan Nyi Monat. Ayahnya seorang Mantri Guru pada Hollandsch Inlansdsch School (HIS). Pendidikan sekolah dasar diselesaikan di HIS dan kemudian pindah ke sekolah untuk anak Eropa Europesche Lagere School (ELS), tamat 1924. Selanjutnya masuk sekolah menengah khusus Eropa, Hogere Burger School (HBS) di Bandung, lulus 1929, dan masuk sekolah Tinggi Teknik (Technische Hooge School, sekarang ITB) di Bandung jurusan teknik sipil, lulus 1933.
Masa muda Djuanda hanya aktif dalam organisasi non politik, Paguyuban Pasundan dan Muhamadiyah. Ia pernah mengajar di SMA Muhammadiyah di Jakarta dengan gaji seadanya padahal ditawari jadi asisten dosen di Technische Hogeschool dengan gaji lebih besar.
Setelah empat tahun mengajar, 1937 Djuanda mengabdi di Jawatan Irigasi Jawa Barat selain aktif sebagai anggota Dewan Daerah Jakarta. Setelah merdeka, pada 28 September 1945 Djuanda memimpin pengambil-alihan Jawatan Kereta Api, Jawatan Pertambangan, Kotapraja, Karesidenan dan obyek-obyek militer di Bandung.
Pemerintah RI mengangkat Djuanda sebagai Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura, kemudian menjadi Menteri Perhubungan. Dia pernah menjabat Menteri Pengairan, Kemakmuran, Keuangan dan Pertahanan. Beberapa kali dia memimpin perundingan dengan Belanda. Dalam KMB dia menjadi Ketua Panitia Ekonomi dan Keuangan Delegasi Indonesia.
Djuanda sempat ditangkap tentara Belanda saat Agresi Militer II, 19 Desember 1948 dan dibujuk ikut dalam pemerintahan Negara Pasundan tapi ditolak. Djuanda seorang abdi negara dan masyarakat yang bekerja melampaui tugasnya, mampu menghadapi tantangan dan mencari solusi terbaik demi bangsa dan negara. Karyanya yang paling strategis adalah Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957.
Pers menijuluki Djuanda sebagai ‘menteri marathon’ karena sejak 1946 sudah menjabat menteri muda perhubungan sampai menjadi Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (1957-1959), Menteri Pertama pada masa Demokrasi Terpimpin (1959-1963). Sejak 1946 - 1963 beliau menjabat menteri muda dan 14 kali sebagai menteri, serta sekali menjabat Perdana Menteri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar